LAMPUNG - Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Lampung menilai, sejalan dengan perkembangan secara nasional, kinerja sektor jasa keuangan di Provinsi Lampung pada triwulan III 2020 tetap terjaga sehingga mampu menopang pemulihan ekonomi yang berangsur membaik. Bandar Lampung, 11 November 2020.
OJK mencatat bahwa berdasarkan data sektor jasa keuangan hingga September 2020, kinerja intermediasi meningkat dan indikator rasio keuangan utama tetap terjaga pada level yang terkendali. Sementara menurut data BPS, pertumbuhan ekonomi Lampung meskipun masih terkontraksi namun telah menunjukkan tren perbaikan.
Untuk terus mendukung tren positif ini OJK juga telah memperpanjang relaksasi restrukturisasi kredit hingga 2022. Berdasarkan data pengawasan OJK di wilayah Provinsi Lampung, Kredit Perbankan per September 2020 tumbuh 0, 71% yoy dan 1, 95% ytd, lebih tinggi jika dibandingkan dengan nasional yang tumbuh 0, 12% yoy dan lebih tinggi dari bulan Agustus 2020 yang tumbuh 1, 22% ytd.
Total kredit perbankan posisi September 2020 sebesar Rp67, 26 T meningkat dibanding bulan Agustus 2020 sebesar Rp66, 78 T. Kredit UMKM per September 2020 tumbuh 3, 64% yoy dan 1, 49% ytd, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan per Agustus 2020 yang tumbuh 0, 24% ytd.
Sedangkan NPL di bulan September 2020 sebesar 2, 69%, mengalami sedikit kenaikan dibandingkan Agustus 2020 sebesar 2, 63%. Untuk dana pihak ketiga, mengalami pertumbuhan Per September 2020 sebesar Rp54, 22 T dibandingkan bulan Agustus 2020 sebesar Rp53, 20 T.
“Perkembangan kinerja keuangan sektor perbankan yang positif ini dan adanya perbaikan pertumbuhan ekonomi baik di tingkat nasional maupun Daerah Provinsi Lampung menunjukkan kebijakan-kebijakan counterclycical yang diambil OJK bersama Pemerintah, Bank Indonesia dan LPS mampu meredam dampak pandemi covid 19 dan program pemulihan ekonomi nasional telah on the right track” ungkap Bambang Hermanto, Kepala OJK Provinsi Lampung pada Kegiatan pemaparan kinerja sektor jasa keuangan wilayah Lampung Triwulan III 2020.
Dari sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB), Perusahaan Pembiayaan per posisi September 2020 memiliki jumlah Piutang sebesar Rp7, 90 T dengan 483.686 Kontrak, terdapat penurunan jumlah piutang sebesar Rp378 Milyar (4, 56%) dibanding posisi Juni 2020 sebesar Rp8, 28 T.
Akibat pandemic Covid-19 ini, tingkat NPF posisi September 2020 sebesar 5, 27% atau terdapat perbaikan NPF sebesar 0, 64% jika dibandingkan dengan NPF posisi Juni 2020 yang sebesar 5, 91%.
Untuk pelaksanaan program relaksasi kredit diperbankan per posisi Oktober 2020, jumlah debitur yang direstrukturisasi sebanyak 114.213 Debitur (112.339 Debitur Bank Umum dan 1.874 Debitur BPR) dengan total outstanding sebesar Rp6, 93 T (Rp6, 52 T Bank Umum dan Rp412, 41 M BPR). Terdapat peningkatan sebanyak 108.441 Debitur (1.878, 9%) dan outstanding sebesar Rp6, 08 T (723, 28%) dibanding pelaksanaan restrukturisasi per posisi April 2020. Hal ini menunjukkan program relaksasi di perbankan berjalan dengan baik.
Untuk Perusahaan Pembiayaan, per Oktober 2020 jumlah Piutang yang direstrukturisasi sebesar Rp3.919 Milyar dengan 96.233 Kontrak. Terdapat peningkatan jumlah piutang yang direstrukturisasi sebesar Rp1.260 Milyar (47, 38%) dan sebanyak 19.778 Kontrak (25, 87%) jika dibanding posisi bulan Juni 2020 (Rp2.659 Milyar dengan 76.455 kontrak). Lembaga Keuangan Mikro (LKM) relaksasi sebesar Rp848 Juta dengan 90 Debitur. Modal Ventura terdapat 67 Debitur dengan total relaksasi Rp8, 29M.
Kondisi Kinerja Sektor Jasa keuangan di Daerah tidak terlepas dari Kondisi kinerja Sektor Jasa Keuangan secara nasional yang juga menunjukkan tren positif. Ketahanan sektor jasa keuangan nasional masih dalam kondisi yang baik dan terkendali ditunjukkan oleh permodalan dan likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga. Secara nasional, permodalan lembaga jasa keuangan sampai saat ini relatif terjaga pada level yang kuat dan memadai. Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan tercatat sebesar 23, 39% lebih tinggi dari CAR regulasi 12%, Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 506% dan 330%, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120% serta Gearing Ratio industri Perusahaan Pembiayaan sebesar 2, 35 kali, jauh dibawah batas maksimal 10 kali.
Kecukupan likuiditas perbankan juga terjaga dengan ditunjukkan oleh indikator Rasio Alat Likuid terhadap Non Core Deposit (AL/NCD) hingga September 2020 menguat menjadi 152, 50 persen sementara triwulan II 2020 tercatat sebesar 122, 59 persen.
Dana Pihak Ketiga (DPK) pada September 2020 tumbuh sebesar 12, 88% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan pada bulan Agustus 2020 yang sebesar 11, 64% yoy. Sementara itu, kredit perbankan tumbuh sebesar 0, 12% yoy sedikit menurun dibandingkan bulan Agustus 2020 yang sebesar 1, 04% yoy. Profil risiko lembaga jasa keuangan pada September 2020 juga masih terjaga dengan rasio NPL gross Perbankan tercatat sebesar 3, 15% dan Rasio NPF Perusahaan Pembiayaan sebesar 4, 9%.
OJK menjaga kinerja sektor jasa keuangan dari sisi permodalan, likuiditas dan NPL serta membantu masyarakat melalui kebijakan pemberian restrukturisasi kredit dan pembiayaan. Selain relaksasi restrukturisasi kredit, OJK juga tengah menyiapkan perpanjangan beberapa stimulus lanjutan seperti pengecualian perhitungan aset berkualitas rendah (loan at risk) dalam penilaian tingkat kesehatan bank, governance persetujuan kredit restrukturisasi, penyesuaian pemenuhan capital conservation buffer dan penilaian kualitas Agunan yang Diambil Alih (AYDA) serta penundaan implementasi Basel III.
Di masa pandemi Covid - 19 ini, OJK terus mendukung dan fokus dalam upaya percepatan pemulihan ekonomi di daerah antara lain mencakup :
1. Melanjutkan implementasi relaksasi kebijakan restrukturisasi dalam POJK 11 sebagai langkah antisipasi untuk menyangga terjadinya penurunan kualitas debitur restrukturisasi akibat kondisi pandemi. Tentunya, perpanjangan restrukturisasi diberikan secara selektif berdasarkan asesmen bank untuk menghindari moral hazard.
2. Mempercepat gerak roda ekonomi di daerah-daerah guna menopang ekonomi nasional yang diantaranya dilakukan dengan menfasilitasi percepatan serapan government spending.
3. Mengoptimalkan peran industri keuangan secara berkelanjutan melalui dukungan pembiayaan kepada usaha padat karya dan atau konsumsi yang memiliki multiplier effect tinggi terhadap ekonomi.(bhermanto@ojk.go.id/Ferry)